oleh Vidya Nirmala Sari
Mahasiswi Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya Angkatan Tahun 2008
Indonesia merupakan negara yang di karuniai
oleh Tuhan sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam. Dengan
memanfaatkannya, rakyat Indonesia dapat hidup makmur dan sejahtera. Dikemukakan
oleh Maukuf dalam bukunya Menjadi Generasi Tangguh bahwa Kekayaan sumber daya
alam bangsa kita adalah penghasil tambang terbesar, dimulai dari penghasil
timah nomor 1 di dunia, batu bara ketiga di dunia, tembaga keempat, dan nikel
kelima di dunia, juga memiliki kekayaan emas ketujuh di dunia. Selain itu
sebagai penghasil 80 % minyak di Asia Tenggara, serta 35 % gas alam cair di
dunia. Tidak Indonesia juga memiliki keragaman hayati flora dan fauna, juga
sebagai “Jantung Dunia” yang dimana hutan Indonesia sebagai penyuplai oksigen
terbesar bagi penduduk di dunia.
Dibalik itu semua, realita yang tidak dapat kita hidarkan ialah ternyata Indonesai memiliki hutang luar negeri yang jumlahnya tidaklah sedikit. Berdasarkan
data sejak tahun 2004-2009, outstanding
hutang luar negeri Indonesia terus meningkat dari Rp 1.275 triliun menjadi Rp.
1667 triliun. Ada banyak penyebab,
namun yang paling utama ialah sumber daya manusia (SDM).
Menurut sensus penduduk tahun 2000,
penduduk Indonesia berjumlah sekitar 205,1 juta jiwa yang menepatkan Indonesia
pada urutan keempat penduduk terpadat di dunia dan diperkirakan tahun 2010
jumlah penduduk Indonesia berjumlah 234,2 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk
yang demikian, dapat dipastikan Indonesia memiliki potensi SDM yang berlimpah
dalam mengelolah kekayaan alam. Kenyataannya yang demikian tidak terwujud
dikarenakan satu diantaranya ialah memudarnya jati diri bangsa yang dapat dilihat dari sisi kelam
karakter bangsa yang menyeruak ke permukaan yaitu disorientasi nilai-nilai yang hidup
dimasyarakat seperti nilai kekeluargaan. Bentuk disorientasi yang dapat kita lihat ialah budaya KKN di semua
aspek kehidupan, yaitu baik dari segi pelayanan maupun pekerjaan yang dilihat berdasarkan seberapa dekat hubungan
kekeluargaan seseorang dengan penjabat atau penguasa. Disamping itu, terdapat masalah
lain seperti tawuran, narkoba, AIDS, dan lain-lain.
Inilah fenomena perilaku masyarakat terutama dari kalangan remaja
dan pemuda. Masalah tersebut diatas merupakan tantangan sekaligus tugas yang
harus diselesaikan. Presiden
SBY menempatkan pendidikan karakter untuk membangun peradaban bangsa sebagai
tema dalam peringatan hari pendidikan nasional tahun 2010 lalu. Kementerian
terkait, semisal Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemdiknas), dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudbar) pun
ramai-ramai berusaha menterjemahkan konsepsi pendidikan karakter dari SBY
tersebut dalam sebuah formula kebijakan bertajuk Pembangunan Karakter Bangsa (Widiarto: Pendidikan karakter Bangsa).
Dalam membentuk
generasi Indonesia, terutama pemuda sebagai
generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa,
pendidikan yang berkarater tidaklah cukup hanya mengedepankan kemampuan
intelektual saja, namun juga diperlukan kekuatan spiritual dan emosional yang
stabil. Mereka yang disiapkan untuk memimpin masyarakat dan bangsa, dan dunia
selalu membangun pengetahuannya dari berbagai macam ilmu, seperti ilmu-ilmu
sejarah, geografis, sastra, kemudian ia memperdalam keilmuan di bidang ekonomi,
politik, dan hukum, dilanjutkan dengan memperdalam kemampuan perencanaan dan
berfikir strategis yang dibangun dari akumulasi pengetahuan-pengetahuan
tersebut dan pengalaman empiris. Yang mendasari ilmu-ilmu tersebut ialah
pengetahuan dibidang agama. Ilmu-ilmu itulah yang membimbing ilmu-ilmu terapan
tersebut, memberinya arah dan membingkainya dengan prinsip-prinsip dan membantu
untuk mengimplementasikannya di lapangan , diikuti dengan keterampilan pribadi
yang dimulai dari self management,
bahasa, public speaking, penulisan
dan learning skill. (Maukuf. 2010:
Menjadi Generasi Tangguh hal 88)
0 komentar:
Posting Komentar